03/03/09 16:30
Parpol Janjikan Perbaikan Perlindungan TKI
Jakarta (ANTARA News) - Beberapa partai politik (Parpol) yang akan berpartisipasi dalam pemilihan umum (Pemilu) 2009 berjanji akan memperbaiki sistem perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.
Pada dialog publik tentang agenda partai politik dalam perlindungan buruh migran di Jakarta, Selasa, Eva Kusuma Sundari dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengatakan hingga kini regulasi yang ada di tingkat pelaksana belum bisa memberikan perlindungan yang dibutuhkan buruh migran.
"Undang-undang dan regulasi yang ada baru mengatur soal perekrutan, ruhnya pun masih eksploitasi," katanya.
Lembaga dan instansi yang bertugas mengurus masalah buruh migran, kata dia, juga belum menjalankan tugasnya dengan baik untuk melindungi mereka dari ketidakadilan dan kekerasan.
Oleh karena itu, Eva menjelaskan, partainya menyiapkan kerangka sistem perlindungan buruh migran komprehensif berdasarkan perspektif gender dan hak asasi manusia.
"Aturan-aturan yang tumpang tindih dan punya ruh sama, eksploitasi, akan dicabut. Dan undang-undang nomor 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja di luar negeri juga harus direvisi," katanya.
Selain itu, ia menambahkan, PDIP juga akan memperjuangkan penerbitan undang-undang tentang penatalaksana rumah tangga.
"Karena selama ini kalau kita minta negara penerima memasukkan perlindungan terhadap buruh migran ke dalam peraturan mereka, kita selalu balik ditanya, apakah kita juga sudah memiliki ketentuan tentang ini," katanya.
Aryo Judhoko dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga mengatakan pihaknya telah dan selanjutnya berjanji akan memperjuangkan perbaikan nasib buruh migran dengan mempercepat proses penerbitan undang-undang yang mengatur tentang pekerja domestik.
"Kami juga akan berupaya mengubah bentuk pengelolaan asuransi untuk tenaga kerja Indonesia di luar negeri karena selama ini penggunanya relatif sedikit dan pemanfaatan dananya tidak disampaikan secara transparan," katanya.
Sementara calon anggota legislatif dari Partai Demokrat Nova Riyanti Yusuf mengatakan pemerintah sudah berusaha mengatasi berbagai masalah terkait pekerja migran termasuk perekrutan, pelatihan, penempatan pekerja di negara penerima dan perlindungan bagi TKI.
"Tapi ini masalah yang sudah puluhan tahun terjadi, tentu tidak akan bisa diselesaikan secara instan. Yang sudah dilakukan mesti dilanjutkan dan diperbaiki," katanya serta menambahkan ke depan perlu lebih didorong pengiriman pekerja formal ke luar negeri.
Setya Dharma Pelawi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pun mengatakan hingga saat ini sistem perlindungan TKI di dalam negeri belum baik dan harus diperbaiki. Namun ia tidak menjelaskan garis besar perbaikan yang mesti dilakukan.
Regulasi Belum Efektif
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan regulasi yang dihasilkan para anggota partai politik yang duduk di kursi legislatif selama ini belum bisa memberikan perlindungan yang dibutuhkan buruh migran.
"Komisi IX yang mengurus masalah ini juga hampir pasif memperjuangkannya dan tidak menggunakan perspektif hak asasi manusia dalam proses legislasi," katanya.
Pejabat tinggi pemerintah pun, katanya, belum melakukan diplomasi tingkat tinggi dengan negara penerima buruh migran dari Indonesia untuk memastikan semua tenaga kerja yang dikirim ke luar negeri mendapatkan perlindungan yang dibutuhkan.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pramodhawardani pun mengatakan selama ini banyaknya regulasi yang mengatur tentang perlindungan TKI tidak berbanding lurus dengan peningkatan perlindungan bagi mereka.
Menurut dia, saat ini setidaknya terdapat 31 undang-undang, enam peraturan pemerintah, satu keputusan menteri, empat peraturan menteri dan 10 ratifikasi konvensi internasional terkait perlindungan tenaga kerja namun besaran masalah tenaga kerja Indonesia di luar negeri belum berkurang signifikan.
"Buruh migran masih terpinggirkan dalam hukum dan politik. Upaya perlindungan yang dilakukan belum optimal," katanya serta menambahkan negara seharusnya memberikan perlindungan yang bersifat kemanusiaan dan politik kepada buruh migran.
Perlindungan itu, menurutnya, antara lain bisa diberikan melalui pemberlakuan regulasi dan kebijakan yang tepat secara tegas.
"Tidak perlu bikin undang-undang lagi, revisi saja undang-undang yang sudah ada dan masukkan pengaturan soal pekerja domestik di dalamnya. Karena jangan-jangan kerentanan mereka akibat cara pandang kita yang salah termasuk dengan memisahkannya dari pengaturan yang ada tentang tenaga kerja," demikian Pramodhawardhani.(*)
COPYRIGHT © ANTARA
Senin, 16 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar