Senin, 16 Maret 2009

Buruh Migran Perlindungan BMI Hanya Jadi Komoditas Politik Pemilu

Buruh Migran Perlindungan BMI Hanya Jadi Komoditas Politik Pemilu
(en) 3 Maret 2009 - 15:7 WIB
Kurniawan Tri Yunanto

VHRmedia, Jakarta - Selama tahun 2004 hingga 2009 upaya perlindungan terhadap buruh migran hanya dijadikan komoditas partai politik, calon legislatif, dan anggota legislatif. Tidak satu pun produk legislasi yang mengedepankan hak buruh migran dihasilkan pada periode terebut.

Seorang mantan buruh migran yang pernah bekerja di Singapura, Yanti, mengatakan janji caleg untuk memperbaiki nasib buruh, tidak pernah terwujud. “Mereka hanya melontarkan wacana. Seakan-akan menjanjikan perlindungan kepada kami, tapi kenyataannya nol,” kata Yanti dalam diskusi “Menyoal Agenda Partai Politik tentang Perlindungan terhadap Buruh Migran Indonesia”di Jakarta, Selasa (3/3).

Yanti berharap para calon legislatif yang terpilih pada Pemilu 2009 serius membuat undang-undang yang melindungi hak buruh migran.

Anggota Komisi III DPR Eva K Sundari mengatakan, pemerintah hanya melihat masalah buruh migran melalui sisi teknis ekonomis dan investasi. Padahal masalah buruh migran juga terkait masalah gender. Kurangnya perspektif hak asasi manusia dan perlindungan hukum membuat para pelaku kejahatan terhadap buruh migran lepas dari tuntutan pengadilan. “Semua masalah seolah selesai ketika mengembalikan buruh migran ke tanah air. Ini karena perbedaan cara pikir legislatif dengan pemerintah,” ujarnya.

Ketua Migrant Care Anis Hidayah menilai selama 2004-2009 anggota DPR tidak berupaya secara maksimal memberikan perlindungan terhadap sekitar 6,5 juta buruh migran. Padahal jumlah kasus kejahatan terhadap buruh migran terus meningkat.
“Kita meminta semua anggota parpol yang terpilih memiliki agenda (perlindungan buruh migran) serius. Kita akan mengajak buruh migran untuk tidak memilih, jika isu ini hanya jadi komoditas politik,” katanya.

Berdasarkan data Migrant Care, sekitar 73% jumlah buruh migran dilanggar haknya. Kasus penganiayaan Nirmala Bonat dan Daman Sara Damaia (2004) hingga terjebaknya Umi Saodah di tengah perang di Jalur Gaza (2009) menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap buruh migran Indonesia. “Dari semua kasus itu, pemerintahan SBY sama sekali tidak berpihak terhadap buruh migran. Seakan ada upaya mem-peti es-kan kasus-kasus ini untuk kepentingan PJTKI. Ini soal kemanusiaan,” ujar Anis Hidayah. (E1)

Tidak ada komentar: