Tiga bulan pasca penyelenggaraan PEMILU legislatif lalu, KPU diharapkan dapat maksimal melakukan perbaikan atas karut marut penyelenggaraan Pemilu Legislatif 9 April 2009. Masalah itu mulai dari problematika DPT yang berdampak pada hilangnya hak politik warga negara Indonesia secara massif, pelanggaran-pelanggaran PEMILU serta inkonsistensi KPU terhadap kebijakan yang mereka buat sendiri. Namun KPU nampaknya tidak maksimal menggunakan waktu 3 bulan tersebut untuk belajar dan berbenah, sehingga persoalan DPT tidak dituntaskan dan penyelenggaraan Pilpres 2009 diprediksi kuat akan menuai masalah sebagaimana terjadi pada PEMILU Legislatif lalu.
Persiapan penyelenggaraan Pilpres di luar negeri hingga kini belum juga menunjukkan adanya progress yang positif. DPT LN (Luar Negeri) pada Pilpres 2009 bahkan jumlahnya makin merosot: 1.137.738 pemilih (mengalami penurunan sejumlah 338.105 pemilih, dari DPT pada Pileg 1.475.847). Selain itu, berdasar penelusuran Migrant CARE juga masih ditemukan nama ganda sejumlah 25.708 pemilih serta 10 pemilih fiktif pada DPT Singapura. Persoalan seputar data pemilih ini tidak sebanding dengan jumlah anggaran untuk petugas pemutakhiran data pemilih LN (PPDPLN) yang mencapai 3.811.518.000 Rupiah.
Selain persoalan DPT, Pilpres 2009 di luar negeri diindikasikan juga akan mereplikasi atau mengulangi pelanggaran-pelanggaran yang sama yang terjadi pada Pileg, antara lain menyangkut pergerakan dropping box serta pengiriman surat suara melalui pos yang rentan terhadap kecurangan karena minimnya pengawasan.
Merespon persoalan tersebut, Migrant CARE bekerjasama dengan Bawaslu akan melakukan pengawasan Pilpres 2009 di Malaysia (Kualalumpur, Johor Bahru, dan Sabah), Singapura, Hongkong, Nunukan serta penampungan PJTKI di Jakarta.
Dalam pengawasan tersebut, Migrant CARE akan berkonsentrasi pada bagaimana buruh migran dapat menggunakan hak politiknya secara layak dan bagaimana penyelenggara Pemilu di luar negeri atau PPLN melakukan tanggung jawabnya untuk memenuhi hak politik buruh migran tersebut. Selain itu, Migrant CARE juga akan fokus pada titik-titik rawan pelanggaran, antara lain pengawasan pergerakan dropping box dan pengiriman pos.
Jakarta, 6 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar