Jumat, 3 Juli 2009 | 03:21 WIB
Jakarta, Kompas -
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nur Hidayat Sardini saat penandatanganan nota kesepahaman pemantauan pemilu di Jakarta, Kamis (2/7), mengakui, jumlah pengawas pemilu lapangan (PPL) terbatas, tak sebanding dengan jumlah tempat pemungutan suara (TPS) yang harus diawasi. Jumlah TPS pilpres mencapai 451.182 TPS, tetapi PPL hanya 76.749 orang.
Berarti setiap PPL secara rata-rata nasional mengawasi enam TPS. Di beberapa daerah kondisinya lebih parah lagi. Di Riau, seorang PPL mengawasi 89 TPS.
Relawan itu disebar ke 130 kabupaten/kota di 33 provinsi. Setiap kabupaten/kota dipantau 50 relawan dengan tugas pemantauan satu TPS oleh satu relawan. Relawan itu berasal dari berbagai organisasi.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan, pemantauan di luar negeri akan difokuskan pada pemberian suara lewat kotak antaran (drop box) dan melalui jasa pos. Pemberian suara melalui cara itu rawan dimanipulasi petugas karena lemahnya pengawasan.
Anis juga mendesak agar calon tenaga kerja Indonesia (TKI) di tempat penampungan milik perusahaan pengerah di Jakarta dapat memberikan suaranya. Karena itu, perlu dibangun TPS di dekat penampungan TKI itu.
Secara terpisah, Kamis di Jakarta, tim pasangan calon presiden-wakil presiden sudah menyiapkan saksi untuk diterjunkan pada Pemilu Presiden 2009. Saksi ini akan mengawasi pemungutan suara sampai penghitungan suara di TPS, dan rekapitulasi suara di tingkat kecamatan.
Seluruh tim pasangan mengaku melatih khusus saksi yang terdiri dari kader partai pendukung pasangan capres/cawapres. Keberadaan saksi penting untuk mengantisipasi kecurangan yang bisa terjadi.
Sumber: KOMPAS
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/07/03/03213272/bawaslu.gandeng.6.500.relawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar