Selasa, 20 Januari 2009

Migrant Care Keberatan Pemilu Digelar Dihari Kerja

Migrant Care Keberatan Pemilu Digelar Dihari Kerja
Selasa, 20 Januari 2009 - 10:49 wib
Insaf Albert Tarigan - Okezone

JAKARTA - Protes atas pemilihan tanggal 9 April sebagai waktu pemungutan suara Pemilu 2009 tidak hanya datang dari masyarakat Bali dan Nusa Tenggara Timur, LSM Migrant Care juga keberatan dengan keputusan tersebut.

Keberatan Migrant Care bukan karena adanya benturan pelaksanaan pemilu dengan perayaan hari besar keagamaan. Melainkan karena tanggal 9 April merupakan hari efektif kerja.

Hal itu dinilai berpotensi mengurangi partisipasi pemilih di luar negeri. Para tenaga kerja Indonesia akan kesulitan menyalurkan hak politiknya karena pada saat bersamaan harus bekerja.

"Karena itu, kami merekomendasikan agar KBRI dan PPLN membuat perjanjian dengan kementrian urusan tenaga kerja negara-negara yang ada TKI-nya sehingga ada jaminan bagi para TKI untuk menyalurkan suaranya pada 9 April," ujar Direktur Migrant Care Anis Hidayah di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Selasa (20/1/2009).

Enam rekomendasi lain juga disampaikan Migrant Care kepada KPU. Di antaranya usulan agar kawasan luar negeri tidak dimasukkan ke dalam daerah pemilihan DKI Jakarta II. Namun ada dapil khusus untuk para pemilih di luar negeri. "Para TKI kan berasal dari berbagai daerah. Keberadaan dapil khusus akan menbuat caleg lebih aspiratif," ujarnya.

Rekomendasi ketiga Migrant Care menyinggung masih lemahnya pengawasan metode pemungutan suara dengan menggunakan jasa kantor pos. Selanjutnya lembaga pemerhati buruh migran itu mendesak agar ada peningkatan sosialisasi pemilu, pendidikan politik, serta aturan tersendiri untuk pemilu di luar negeri. "Kami juga meminta agar parpol menyediakan profil para calegnya," terang Anis.

Menyikapi aspirasi ini, komisioner KPU Sri Nuryanti berjanji akan menindaklanjutinya. Namun mengenai rendahnya partisipasi pemilih di luar negeri, Sri menyatakan sulit dihindarkan. Pasalnya, kesadaran politik para TKI masih rendah. "KPU hanya berusaha menyosialisasikan pemilu," ungkapnya.

Rendahnya partisipasi para TKI, menurut Sri, juga terpengaruh faktor persyaratan administratif yaitu pencantuman nomor paspor. Sehingga para TKI ilegal tidak bisa memberikan hak pilihnya.

Guna mendongkrak partisipasi pemilih di luar negeri, KPU telah menyiapkan TPS berjalan dan tidak adanya pembatasan satu TPS maksimal 500 pemilih. "Kita batasi satu TPS 2.000 pemilih," pungkasnya.

(ful)

Tidak ada komentar: