JAKARTA | SURYA Online - Perhimpunan Indonesia Untuk Buruh Migran Berdaulat (Migran Care), melaporkan dugaan pelanggaran pemilu presiden (Pilres) 2009 di tiga negara Malaysia, Singapura dan Hong Kong, ke kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Direktur Eksekutif Migran Care, Anis Hidayat usai melaporkan data pelanggaran ke kantor Bawaslu Jakarta, Jumat (17/7), mengatakan, hasil pemantauan timnya, penyelenggaraan Pemilu 8 Juli 2009 tidak maksimal mengakomodasi hak pilih buruh migran.
Menurutnya, jumlah daftar pemilih tetap (DPT) pemilu legislatif sama sekali tidak mencerminkan jumlah buruh migran Indonesia. Jumlah DPT Pilpres mencapai 1.137.738 pemilih, sementara jumlah buruh migran sekitar 6,5 juta orang.
“Jumlah DPT itu pun, masih sangat bermasalah antara lain DPT Hong Kong masih ditemukan pemilih ganda sejumlah 7.858 pemilih, DPT Singapura 25.708 nama ganda. Hal ini tidak sebanding dengan anggaran sebesar Rp3,8 triliun,” papar Anis.
Anis juga mngatakan, dengan banyaknya pelanggaran tersebut, pemerintah dalam hal ini penyelenggara pemilu tidak mampu mengupayakan pemilihan secara langsung untuk semua buruh migran di Indonesia secara serentak.
Padahal, lanjutnya, Departemen Luar Negeri (Deplu) telah membentuk pokja khusus, namun realitas menunjukkan bahwa perwakilan RI di semua negara tujuan buruh Indonesia gagal bernegosiasi dengan negara tujuan.
Negara tujuan tidak menjamin buruh migran Indonesia untuk menyampaikan hak politiknya pada Pilpres 2009, kata Anis.
Anggota Bawaslu yang dicoba dihubungi terkait pelaporan Migran Care belum birhasil ditemui, namun staf bagian pendataan Bawaslu, Ilun membenarkan telah menerima laporan pengaduan dari salah satu LSM tersebut. ant
Sumber: Surya Online
http://www.surya.co.id/2009/07/17/migran-care-laporkan-pelanggaran-pilpres-2009-di-tiga-negara-ke-bawaslu.html
Rabu, 15 Juli 2009
Klaim Partisipasi Contreng Pilpres Capai 61 Persen
Hasil temuan Tim Relawan Pemantau Pemilu Pilpres 2009, Migrant CARE yang berada di perbatasan Nunukan lainnya sangat beragam. Masih banyak lagi temuan lainnya termasuk pelanggaran yang terjadi di beberapa TPS di Nunukan yang kemarin (14/7), disampaikan langsung dalam hearing dengan Ketua KPU Muhammad Sain di Kantor KPU Nunukan.
Muhammad Sain ketika bertemu tim Migrant CARE juga membenarkan bahwa partisipasi warga Nunukan di Pilpres 2009 sangat rendah. Namun ia menolak jika angka rendahnya partisipasi mencapai 30 persen, seperti yang dilansir media belum lama ini. kepada tim Migrant CARE, ia menyodorkan data angka sebesar 61% tingkat partisipasi warga seluruh Nunukan. “Ini masuk hitungan sementara karena besok (hari ini) masih ada revisi,” jelas Sain.
Ia juga menyebutkan bahwa sosialisasi telah dilakukan secara maksimal meski dengan dana terbatas. Namun diakuinya, sosialisasi Pilpres ini memang tidak menyentuh ke seluruh wilayah Nunukan karena keterbatasannya dana. “Pilpres ini kan isu nasional, sehingga warga juga terkesan apatis,” kata Sain.
Prilaku money politic sebagai sebab apatisnya masyarakat juga dibenarkan Sain. “Adanya prilaku tersebut yang imbas dari Pileg lalu, berakibat buruknya pada partisipasi warga Nunukan di Pilpres ini,” ujarnya.
Migrant CARE adalah pemantau pemilu Luar Negeri yang diakreditasi KPU dan terikat MoU dengan Bawaslu. Masuk dari Nunukan untuk memantau pelaksanaan pemilu luar negeri di wilayah Sabah. Tim Koordinator Migrant CARE di Sabah Benhard Nababan mengatakan, pihaknya juga melakukan pemantauan di perbatasan seperti Nunukan, karena misi Migrant CARE ikut mengawal hak politik buruh migran di Pilpres 2009.
Di wilayah Sebatik, tim pemantau juga menemukan hampir 40 persen pemilih tidak menggunakan hak pilihnya, yakni dari kawasan Lordes dan Aji Kuning. Umumnya warga di dua wilayah ini adalah pekerja migran di perkebunan Malaysia yang berangkat pagi dan kembali ke petang ke Indonesia. Letak desa ini memang tak jauh dari perkebunan-perkebunan Malaysia. Namun, di perkebunan tersebut, mereka juga tidak terdata oleh PPLN (Panitia Pemilu Luar Negeri).
Menanggapi hal ini, Sain mengaku pernah mengimbau warga Nunukan yang bekerja di perkebunan untuk proaktif mendaftar di PPLN. “Inilah kendala kami di perbatasan ini sangat komplek,” keluhnya.
Beberapa pengaduan pelanggaran dari Migrant CARE seperti adanya anak di bawah umur yang dilibatkan sebagai panitia pemilu di TPS 10 Kampung Tanjung, direspon Sain. Adanya anak di bawah umur yang dilibatkan sebagai panitia pemilu, temuan bilik suara yang tidak steril di TPS 14 Kampung Tanjung. Tak luput juga laporan pertemuan di salah satu markas partai pendukung salah satu pasangan Pilpres melakukan pertemuan hingga pukul 22.00 Wita pada satu hari sebelum pecontrengan yang notabene merupakan tahapan hari tenang. Pertemuan tersebut dihadiri para kader dan juga pimpinan parpol tersebut. “Itu jelas merupakan pelanggaran berat.Akan kami lanjuti,” tegas Sain. (*/-mc/ash)
Sumber: RADAR TARAKAN
http://www.radartarakan.com/berita/index.asp?Berita=POLITIK&id=155994
Rabu, 15 Juli 2009
Pemilih Sabah Hanya 18,4 Persen
Panwas LN Tak Kawal Surat Suara, Rawan Dimanipulasi
Distribusi surat suara terbesar melalui pos antar di Pilpres (8/7) lalu tidak hanya berjalan tidak hanya lamban. Namun juga tanpa pengawasan.
Ketua Koordinator Tim relawan Migrant CARE wilayah Sabah, Benhard Nababan mengutarakan, Panwaslu seharusnya terlibat langsung melakukan pengawasan mulai dari distribusi surat suara bias sampai ke tangan para buruh Indonesia, memastikan hingga surat suara benar-benar sampai dan tidak terjadi pelanggaran terhadap hak politik buruh. Distribusi tanpa pengawalan, lanjutnya, tidak hanya wujud pengabaian negara, namun juga sangat rentan manipulasi. Kemungkinan itu terbuka lebar apabila oknum-oknum berkepentingan dari salah satu pasangan calon berhasil mengakses.
“Jumlah paling besar justru suara yang melalui pos antaran. Ini saja sudah menggelitik kita. Apalagi distribusinya ternyata hanya lewat kantor pusat di kota, tidak langsung ke estate atau ke pabrik tempat warga Indonesia bekerja. Penerima awal surat suara juga manajer yang nota bene orang Malaysia. Dari manajer baru kemudia diturunkan ke mandor untuk disampaikan ke BNI yang bekerja di masing-masing estate. Semua prosedur dilalui tanpa ada pengawasan dari Panwas LN. Kalau Panwas LN tidak terlibat, lantas siapa yang seharusnya terlibat,” ungkapnya.
Apalagi, kata dia, jumlah suara yang diantar melalui pos mencapai 63.804 suara. Jumlah ini sangat signifikan mengingat berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Sabah-Malaysia mencapai 76.133 orang. Sebanyak 12.329 memilih di 10 tempat pemilihan suara (TPS-LN) yang disediakan. Kinabalu 5 TPS-LN dan 5 TPS-LN di Tawau. Selebihnya memilih lewat pos yang disebar di 275 lokasi yang mayoritas adalah daerah Estate/Perkebunan.
Tim yang disebar di seluruh Kinabalu dan Tawau mengantongi data 2.264 orang pemilih yang menggunakan hak politiknya. Kinabalu 1.480-orang dan Tawau 784 orang. Praktis, angka partisipasi masyarakat migran Indonesia di seluruh TPS-LN Sabah hanya mencapai 18,4%.
Minimnya partisipasi masih saja disebabkan oleh faktor-faktor lama. Karena passport di tangan majikan, tidak diperkenankan keluar hingga tidak tersentuhnya sosialisasi pemilu. Dalam perjalanan kembali melalui Tawau, Tim Migrant CARE juga menemukan ratusan buruh di estate yang tidak mengetahui kapan tanggal dilaksanakan pemilu dan siapa yang dicalonkan.
Dalam investasi langsung di kantong-kantong BMI, Tim Migrant CARE juga menemukan bahwa pekerja kebun tidak bisa mencontreng pada tanggal yang ditentukan karena surat suara dari pos antar belum sampai ke estate atau kilang tempat mereka bekerja. Procedural, surat suara seharusnya sudah sampai H-2. Hingga pukul 09.00 (8/7), hasil cross check di estate Dumpas –sebuah nama perusahaan perkebunan di Tawau- ternyata surat suara belum sampai tujuan. Diperkirakan paling cepat keesokan harinya (9/7) baru diterima mandor.
Temuan baru juga diperoleh dari sumber kompeten di dalam estate dan kilang. Bahwa proses distribusi serupa juga terjadi pada masa Pileg lalu. Bahkan di titik inilah suara rawan digelembungkan. Menurut sumber tersebut, di setiap Pemilu di Luar Negeri satu kepala mencontreng 3 atau lebih suara adalah hal biasa. Kemungkinan hal serupa bisa terulang di Pilpres.
“Kita punya datanya dan saksi-saksi siap memberi keterangan,” jelas Benhard.
Pelanggaran-pelanggaran juga terjadi di Tempat TPS-LN. Tidak ada saksi dari masing-masing calon, pengawasan yang minim, penggelembungan suara juga terjadi di hampir setiap estate, hingga sosialisasi yang tak menyentuh ke akar rumput. Tim relawan Migrant CARE yang memantau Pilpres Luar Negeri 2009 melaporkan, pelanggaran nyaris merata di seluruh Sabah.
Hasil pantauan di beberapa TPS juga tidak kalah mencengangkan. Intervensi baik pemerintah maupun oknum tertentu terhadap hak politik warga masih terlihat mencolok. Beberapa suara yang dicontreng dengan cara membubuhkan tandatangan pada gambar calon pun disyahkan lantaran suara diberikan pada calon tertentu. Tertangkap pula intervensi oknum berkepentingan pada calon tertentu yang dilakukan terang-terangan di bilik TPS. Oknum yang juga dikenali oleh tim Migrant CARE sebagai WNI yang memegang IC Malaysia itu tanpa sungkan-sungkan masuk ke bilik suara bersamaan dengan pemilih. Tim pemantau juga mendapati 2 pemilih wanita yang datang ke TPS-LN menggunakan nama orang tua laki-lakinya. Mereka mencontreng tanpa mendapat teguran dari petugas.
“Kita tahu bahwa hanya cacat saja yang ada dalam ketentuan undang-undang, diperbolehkan menunjuk pendamping di bilik suara,” imbuh Benhard. Benhard juga menyebut, pihaknya sempat mengkonfirmasikan semua pelanggaran-pelanggaran yang ada di lapangan. Baik dengan pihak Konsulat Indonesia, Panwas LN maupun ke KPPLN di Sabah langsung.
Menurut KPPLN, sosialisasi telah dilakukan pada Sabtu-Minggu dan disiarkan pula di TV Malaysia. Petugas juga bertemu langsung pekerja di perkebunan, melakukan presentasi ke publik. Harun, KPPLN Tawau menyebut pihaknya juga bekerjasama dengan pemerintah melalui Majelis Perbandaran Tawau. Namun diakui masih ada saja kendala pendataan seperti tenaga harian lepas, pekerja berpindah-pindah. PPLN juga mengakui bahwa dana tersedia. Jika kemudian hingga 8/7 BMI di perkebunan belum memilih karena PPLN medan yang terlalu luas sedang tenaga panitia terbatas.
Pengiriman lewat pos sebenarnya merupakan alternatif untuk menyiasati kebijakan Malaysia yang tidak mengijinkan mendirikan TPS di estate-estate. TPS yang dibentuk pun berdasar instruksi KPU untuk memperbanyak partisipasi dan menjaga supaya tidak banyak kartu suara yang rusak. Menurut Harun, KPU juga telah menentukan pengecualian untuk pekerja kebun supaya bisa menggunakan hak pilihnya hingga tenggang waktu 10 hari setelah pemilu yang dijadwalkan.
Dari hasil pantauan di Sabah, perolehan suara sementara (menunggu hasil penghitungan suara pos antaran), unggul pasangan SBY-Boediono dengan 991 suara, disusul pasangan JK-Wiranto dengan 613 suara, dan pasangan Mega-Prabowo memperoleh 553 suara. Untuk suara sah mencapai 2.157 suara, yang diakomodir dari Kota Kinabalu dengan suara sah sebanyak 1.383 suara, dan Tawau sebanyak 774 suara sah. Sementara surat suara tidak sah sebanyak 107 suara (Kota Kinabalu: 97 suara, Tawau: 10 suara).
Hingga kemarin (14/7), perhitungan suara untuk pos antara dari masing-masing estate belum juga sampai di Tawau. Sehingga keunggulan SBY-Boediono ini masih bersifat sementara. (*/ash)
Sumber: RADAR TARAKAN
http://www.radartarakan.co.id/berita/index.asp?Berita=POLITIK&id=155996