Rabu, 29 April 2009

Usulan Hak Angket untuk DPT, DPT Luar Negeri Amburadul, Partisipasi Rendah

KOMPAS.com

Selasa, 28 April 2009 03:14 WIB

Jakarta, Kompas - Sebanyak 22 anggota DPR dari enam fraksi mengajukan usul penggunaan hak angket atas pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk memilih dalam pemilu legislatif. Pemerintah harus bertanggung jawab atas hilangnya hak pilih yang merupakan salah satu hak dasar warga negara.

Usul tersebut disampaikan kepada Ketua DPR Agung Laksono oleh wakil pengusul, yaitu Gayus Lumbuun, Hasto Kristiyanto, Aria Bima (F-PDIP), Nursyamsi Nurlan (F-BPD), Joseph TH Pati (F-PG), serta Kurdi Moekri (F-PPP), pada Senin (27/4) siang. Para pengusul yang lain berasal dari Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi Kebangkitan Bangsa.

Menurut pengusul, kekacauan daftar pemilih tetap telah mencederai pemilu yang mestinya merupakan sarana kedaulatan rakyat. Terkait dengan hilangnya hak pilih warga negara, kesalahan tidak bisa dialihkan kepada KPU saja. Misalnya, undang-undang menempatkan Departemen Dalam Negeri sebagai pihak yang bertanggung jawab atas data kependudukan yang menjadi sumber penetapan DPT.

Hasto Kristiyanto menekankan, jika disetujui sebagai hak DPR, angket tidak dibatasi periode jabatan DPR. Penyelesaian masalah ini penting karena menyangkut hak konstitusional warga negara. Jika tidak diusut tuntas, pemilu ke depan akan terus dihadapkan pada ketidakpercayaan masyarakat. ”Ini untuk menyelamatkan demokrasi ke depan,” ujar Hasto.

Hasto menampik anggapan bahwa pihaknya baru mempersoalkan DPT seusai pemilu legislatif. Sejak jauh-jauh hari, setidaknya pada Februari, pihaknya sudah mengingatkan masalah DPT. Ada bukti meyakinkan bahwa mekanisme penyusunan DPT tak sesuai mekanisme. ”Faktanya, parpol tidak pernah menerima DPS dan DPT,” kata Hasto.

LN bermasalah juga

Tidak hanya DPT dalam negeri yang banyak menimbulkan masalah, DPT luar negeri pun amburadul. Akibatnya, partisipasi pemilih luar negeri sangat rendah.

Berbagai permasalahan seputar DPT LN disampaikan Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah ketika melapor ke Badan Pengawas Pemilihan Umum, Senin (27/4). Mereka diterima Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini dan dua anggota Bawaslu, yaitu Wirdyaningsih dan Wahidah Suaib. Pada hari pemungutan suara, 9 April, Migrant Care melakukan pemantauan di Malaysia, Singapura, Hongkong, dan penampungan calon buruh migran.

Anis mengatakan, dari pemantauan ditemukan bahwa validitas DPT LN diragukan. Ia mencontohkan bahwa dalam DPT ditemukan satu nama untuk 40-50 orang. ”Bagaimana memastikan bahwa banyak orang memiliki kesamaan nama. Misalnya, saja di Singapura, dalam satu DPT ada 30-50 orang dengan nama yang sama. Ketika kami meminta PPLN (Panitia Pemilihan Luar Negeri) untuk membacakan nomor paspornya, mereka tidak mau,” kata Anis.
Selain itu, mayoritas pemilih dalam DPT Singapura seharusnya berjenis kelamin perempuan karena sebagian besar buruh adalah pembantu rumah tangga. ”Tetapi, yang mengherankan, DPT Singapura lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Padahal ada sekitar 10.000 ABK yang mayoritas laki-laki tidak terdaftar,” ujarnya.

Kekisruhan DPT LN berdampak pada partisipasi buruh migran dalam pemilu.
Menurut data Migrant Care, buruh migran di Malaysia yang terdaftar sebagai pemilih sebanyak 850.044, tetapi yang menggunakan hak pilih hanya 143.183 atau 1,84 persen. Begitu pula di Singapura, tingkat partisipasi pemilih sebesar 17,39 persen dan Hongkong 23,07 persen.

”Dengan banyaknya pelanggaran yang kami sampaikan ke Bawaslu ini, kami meminta supaya Bawaslu mendesak KPU dan PPLN untuk segera mengevaluasi DPT LN sebelum ditetapkan sebagai DPS pemilu presiden. Semua buruh migran harus terdaftar sehingga bisa menggunakan hak pilihnya. Kami juga mendesak Bawaslu segera menindaklanjuti laporan pelanggaran pemilu di luar negeri,” katanya. (DIK/SIE)


Sumber:
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/28/03142594/usulan.hak.angket.untuk.dpt


Senin, 27 April 2009

Migrant Care Protes DPT di Singapura Didominasi Nama Pria

Amanda Ferdina - detikPemiluJakarta -

Migrant Care mempertanyakan daftar pemilih tetap (DPT) di Singapura. Dari 99 ribu-an nama DPT di Singapura, seharusnya 85 ribu di antaranya nama tenaga kerja wanita (TKW). Namun mengapa mayoritas adalah nama lelaki?

Menurut Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, berdasarkan data Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Singapura, WNI yang terdapat dalam DPT di Singapura adalah 99.806. Dari jumlah itu, 85 ribu di antaranya adalah TKW yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Sedangkan sisanya 11 ribuan adalah keluarga diplomat dan pelajar.

"Namun yang aneh di DPT, dari 99.806 (nama di DPT), nama laki-laki banyak yang mendominasi. Bagaimana nama di DPT bisa didominasi oleh pria?" ujar Anis saat melapor ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) di Kantor Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (27/4/2009).

Namun Anis belum bisa memastikan berapa perbandingan nama laki-laki dan perempuan dalam DPT itu. "Kita masih dalam proses menghitung," imbuhnya.Anis menambahkan, kecurigaan ketidakberesan masalah DPT ini modus untuk menggelembungkan suara, seperti yang banyak terjadi di dalam negeri.

"Kita tidak mengetahui siapa yang sebenarnya bermain dalam penggelembungan suara. Ini akan menjadi suatu masalah yang besar. Karena mayoritas yang kita temui (TKW) banyak yang tidak terdaftar," jelasnya.( nwk / iy )

Minggu, 19 April 2009

Menakertrans serahkan masalah pemilu TKI ke KPU

Bisnis.com

Sabtu, 18/04/2009 14:28 WIB

oleh : R. Fitriana

JAKARTA (Bisnis.com): Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno menyatakan permasalahan dalam pemilihan umum (pemilu) dengan pemilih tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri sudah disampaikan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Saya berharap KPU segera merespons masalah ini [kecurangan dalam pemilu bagi TKI] dan jawabannya mereka secepatnya akan merespons," ujarnya di sela-sela pembukaan Kompetisi Olah Raga Bulan K3 di Senayan, siang ini.

Dia menjelaskan respons dari KPU diserahkan sepenuhnya kepada lembaga itu, karena jika pihaknya ikut menentukan bisa melangkahi kewenangan KPU dalam hal penyelenggaraan pemilu oleh pemilih para TKI di luar negeri.

Sebelumnya, Migrant Care menemukan sejumlah pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilu oleh TKI di beberapa negara penempatan, seperti Malaysia, Singapura, dan Hong Kong. Tercatat hanya sekitar 83.495 orang TKI atau 5,8% dari total 1,5 juta orang TKI yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) menggunakan hak pilihnya.

KPU dinilai tdak menjalakan tugasnya secara profesional, jujur dan terbuka, sehingga menyebabkan hilangnya hak politik TKI dan seluruh calon TKI di penampungan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS).

Saat ini, jumlah TKI yang bekerja di luar negeri mencapai sekitar 6,5 juta orang, tapi tidak semua memberikan hak pilihnya, belum lagi calon-calon TKI yang berada di penampungan PPTKIS yang tersebar di Tanah Air. Contohnya, di Hong Kong, ada sedikitnya 3.850 data pemilih ganda, sehingga para TKI mendapatkan dua surat suara dan kedua-duanya dipergunakan oleh mereka untuk mencontreng.

Sementara itu, data dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menyebutkan jumlah pemilih buruh migran atau tenaga kerja Indonesia (TKI) yang terdaftar di luar negeri tercatat sebnayak 1.475.847 orang.(yn)

URL : http://web.bisnis.com/pemilu2009/hasilpemilu2009/1id113535.html

Jumat, 17 April 2009

Ada 6,4 juta Tenaga Kerja Indonesia Tak Ikut Contreng

Jum'at, 17 April 2009 | 18:20 WIB

TEMPO Interaktif , Jakarta: Sebanyak 6,4 juta lebih tenaga kerja Indonesia di luar negeri tidak dapat memberikan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum. Migrant Care mencatat jumlah keseluruhan tenaga kerja mencapai 6,5 juta dan hanya 1,5 juta yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap, tetapi hanya 83.495 orang yang bisa menggunakan hak pilihnya.


“Penetapan DPT sangat carut-marut sehingga menghilangkan hak politik buruh migran,” kata Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, Jumat (17/4). Di luar tenaga kerja yang sudah bekerja di luar negeri, masih ada lagi puluhan ribu lagi calon buruh yang tidak terakomodasi.

Puluhan ribu calon tenaga kerja tersebut berada dalam penampungan-penampungan. Padahal sejak November tahun lalu, Anis telah mengingatkan Komisi Pemilihan Umum tetapi tidak ada upaya apapun.

Ia menduga kelalaian tersebut bukan hanya kesalahan administratif tetapi diduga kuat mengarah pada pengabaian hak politik secara sistematis. Migrant Care akan mengadukan kasus ini kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Ia telah melakukan pemantauan sebelum, pada saat, dan pasca Pemilu Legislatif dan mencatat berbagai indikator yang mengarah pada pengabaian. Sebagai contoh, sejumlah tenaga kerja yang telah pulang ke Indonesia atau meninggal dunia tetap masuk dalam DPT, sedangkan mereka yang masih aktif justru tak terdaftar.

Analis Kebijakan Migrant Care Wahyu Susilo menambahkan ia juga memiliki bukti-bukti dari hasil pemantauannya dalam penyelenggaraan Pemilu di Malaysia, Hongkong, dan Singapura. Di Malaysia dan Hongkong Panitia Pemilihan Umum Luar Negeri (PPLN) terdiri dari staf dan diplomat kedutaan.

“Seharusnya PPLN independen, bukan bagian dari struktur pemerintah,” katanya. Selain itu, pembentukan Panitia Pengawas Pemilu juga terlambat. Panwaslu baru dibentuk 1,5 bulan sebelum penyelenggaraan padahal proses di dalam dan di luar negeri seharusnya sama.

Ia juga menemukan ada partai yang menggiring tenaga kerja untuk memilih partai tertentu. Hal itu antara lain dengan menyediakan transportasi menuju tempat pemungutan suara. Mereka yang diantar diminta memilih partai penyedia transportasi.

AQIDA SWAMURTI


Sumber: http://www.tempointeraktif.com/hg/Pemilu2009_berita_mutakhir/2009/04/17/brk,20090417-170984,id.html

Hak Pilih Buruh Indonesia di LN Diabaikan

detikcom

Muhammad Taufiqqurahman - detikPemilu














Jakarta - Penyelenggaraan pemilu legislatif 9 April menyisakan banyak persoalan menyangkut carut marutnya Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan terjadinya berbagai kecurangan.

Kekacauan serupa juga dirasakan warga Indonesia yang berada di luar negeri, khususnya bagi para buruh yang bekerja di Malaysia,Singapura, dan Hongkong.

"Dari jumlah keseluruhan buruh migran Indonesia yang ada di luar negeri yang berjumlah sekitar 6.5 juta, hanya 1.5 juta yang terdaftar dalam DPT. 83.495 pemilih atau hanya 5.8% yang menggunakan hak politiknya," ujar Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah di Jakarta Media Center (JMC), jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (17/4/2009).

Menurut Anis, dugaan pengabaian hak politik para buruh ini juga terwujud dalam penetapan DPT yang terkesan asal-asalan.

"Selama ini PPLN dalam menetapkan DPT hanya berbasis pada data KBRI tanpa dikomparasikan dengan data keimigrasian dan ketenagakerjaan negara setempat, sehingga data-data tersebut out of date," terangnya.

Lebih lanjut Anis mengatakan, bahwa banyak ditemukan data pemilih ganda dalam DPT yang diberikan kepada para buruh migran Indonesia.

"Seperti di Hongkong ditemukan 3.850 data pemilih ganda. Akibatnya beberapa buruh menggunakan dua surat suara sekaligus.Bahkan seluruh Anak Buah Kapal (ABK) yang berjumlah sekitar 10.000 orang tidak terdaftar sebagai DPT,"jelasnya.

Persoalan yang menarik adalah banyaknya pelanggaran yang terjadi pada pemungutan suara seputar undi pos dan dropping box.

"Rekapitulasi suara dari dropping box di Malaysia, dimana surat suara telah tercontreng salah satu partai tertentu. Surat suara via pos datang tidak tepat waktu, sampai 9 April masih banyak buruh migran yang belum menerima surat pos," katanya.

Oleh karena banyaknya kekacauan yang terjadi pada 9 April lalu, maka Migrant Care akan segera melaporkan masalah ini ke Komnas HAM.

"Karena ini mengakibatkan hilangnya hak politik warga negara dan juga meminta KPU dan PPLN untuk segera di audit karena mengakibatkan pemilu menjadi tidak demokratis dan Luber dan Jurdil," pungkasnya.

( fiq / Rez )


Sumber: http://pemilu.detiknews.com/read/2009/04/17/114551/1116999/700/hak-pilih-buruh-indonesia-di-ln-diabaikan

KMPP: Cegah Suara Sah Hilang

Kontan ONLINE
Nasional
Kamis, 16 April 2009 | 11:26

PEMILIHAN UMUM 2009

KMPP: Cegah Suara Sah Hilang















JAKARTA. Setelah puluhan parpol menggugat pelaksanaan pemilu legislatif, kini giliran Lembaga swadaya masyarakat yang kompak menggugat pelaksanaan pemilu 2009. mereka yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Pemilu (KMPP) meminta KPU melakukan penghitungan ulang terhadap hasil suara yang diperoleh dari TPS yang terindikasi melakukan kesalahan perhitungan.

Hal tersebut merupakan pernyataan bersama KMPP yang terdiri dari Central for Electoral Reform (CETRO), Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Forum Masyarakat Pemantau Parlemen (Formappi), Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesia Parliamentary Center (IPC), Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Komite Independen Pemantau Pemilu Indonesia (KIPP), Komite Pemilih Indonesia (TePI), Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Lingkar Madani (Lima), Migrant Care, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Sinergi Masyarakat Indonesia (Sigma).

Pernyataan bersama ini dibacakan oleh Hadar Navis Gumay, Direktur Eksekutif CETRO pada keterangan pers di Gedung KPU, Kamis (16/4). Hadar menegaskan, KMPP mendesak seluruh masyarakat, khususnya pengawas pemilu, saksi dan pemantau untuk tetap mengawal proses rekapitulasi suara yang dilakukan di PPK.

"Banyak masalah dalam proses penghitungan di Kecamatan. Petugas PPS juga tidak siap karena bimbingan teknis dari KPU sangat minim," katanya.

Yohan Rubiyantoro

Sumber: http://www.kontan.co.id/index.php/Nasional/news/11828/KMPP__Cegah_Suara_Sah_Hilang