Selasa, 09 Desember 2008

“Jangan Abaikan Hak Politik Buruh Migran Indonesia !!!”

Pada tanggal 25 November 2008, KPU secara resmi mengumumkan DPT (Daftar Pemilih Tetap) untuk Pemilihan Umum 2009 sejumlah 170.022239 pemilih. Dari jumlah tersebut , DPT di Indonesia sebesar 169.558.775 dan sisanya 1.509.892 adalah DPT di luar negeri. Jumlah final ini ternyata lebih sedikit dengan DPS (Daftar Pemilih Sementara) luar negeri yang berjumlah 1.608.575 pemilih.

Jumlah DPT luar negeri ini tidak mencerminkan jumlah warga negara Indonesia yang berada di luar negeri yang jumlahnya berkisar 6,5 juta orang dan sebagian besar diantara mereka adalah buruh migran Indonesia. Jika dibandingkan dengan Pemilu 2004 dengan jumlah DPT luar negeri 1,9 juta pemilih, maka partisipasi pemilih luar negeri pada Pemilu 2009 ternyata makin merosot. Ini tentu mengherankan padahal angka penempatan buruh migran ke luar negeri terus mengalami peningkatan. Semestinya jumlah DPT luar negeri untuk pemilu 2009 lebih besar dari jumlah DPT luar Negeri pada pemilu 2004.

Masih kecilnya jumlah DPT luar negeri untuk Pemilu 2009 memperlihatkan bahwa KPU tidak memperhatikan secara serius hak-hak pemilih Indonesia yang berada di luar negeri. Walaupun telah melakukan serangkaian perjalanan ke luar negeri yang menghabiskan dana milyaran rupiah, namun ternyata tidak membawa dampak yang signifikan.

Dari jumlah DPT di luar negeri yang diumumkan tersebut, KPU seharusnya perlu menjelaskan secara detail siapa saja yang termasuk DPT luar negeri. DPT di luar negeri sangat luas dan menyangkut banyak pihak, antara lain pelajar dan mahasiswa, diplomat dan anggota keluarganya, buruh migran, pekerja profesi dan lainnya. Dan dari jumlah tersebut perlu diperjelas berapa persen daftar pemilih tetap dari kalangan buruh migran Indonesia. Hingga saat ini KPU juga tidak menjelaskan jumlah rincian DPT pada masing-masing Negara. Ketidakakuratan KPU dalam proses pendaftaran pemilih di luar negeri mengakibatkan mayoritas buruh migran Indonesia tidak memperoleh hak politiknya.

Jumlah DPT di luar negeri yang telah diumumkan KPU tersebut, juga perlu dipertanyakan validasinya dari dua sisi, yakni metodologi penghitungan dan hasil akhir penghitungan. Metodologi penghitungan dan pendataan terhadap buruh migran di luar negeri perlu dipertanyakan karena menyangkut validitas DPT dari kalangan buruh migran, mengingat pemerintah Indonesia selama ini belum mempunyai system database dalam penempatan buruh migran Indonesia ke luar negeri. Kalau kemudian ternyata pendataan KPU berbasis pada data pemerintah Indonesia sebagai referensi utama dan tanpa melalui proses pendataan di lapangan, maka validitas DPT buruh migran jelas dipertanyakan.

Selain itu, setiap Negara tujuan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda tergantung pada sector mana buruh migran Indonesia bekerja. Negara-Negara tertentu seperti Singapura, Hongkong ,Taiwan ,Malaysia dan Negara-Negara di Timur tengah, di dominasi oleh perempuan yang mayoritas bekerja di sektor rumah tangga sebagai PRT migran. Sehingga diperlukan penjelasan dari KPU bagaimana selama ini mendata PRT migran di luar negeri, apakah mengandalkan PRT migran yang datang mendaftar ke KBRI atau ada upaya jemput bola ke rumah-rumah majikan. Termasuk untuk buruh migrant yang tidak berdokumen dan buruh migran yang sedang di penjara karena menghadapi masalah hukum di Negara tujuan yang diperkirakan jumlahnya mencapai ribuan.

KPU juga terkesan mengabaikan calon TKI yang ada di penampungan –penampungan PJTKI di Indonesia yang sedang dalam proses pemberangkatan ke luar negeri, saat ini jumlah PJTKI yang legal mencapai 499. Semestinya mereka juga mempunyai hak politik yang sama untuk PEMILU 2009.

Atas dasar beberapa persoalan diatas, Migrant CARE menyerukan kepada KPU untuk:

1. Mendesak KPU agar segera mengumumkan jumlah resmi DPT di luar negeri dari kalangan buruh migran secara rinci berdasarkan Negara tujuan
2. Mendesak KPU untuk secara transparan menyampaikan metodologi pendataan buruh migran di luar negeri, terutama bagi PRT migrant, buruh migran yang tidak berdokumen dan buruh migran yang ada di penjara.
3. Mendesak KPU untuk tidak mengabaikan hak politik calon buruh migran Indonesia yang sedang berada di penampungan-penampungan PJTKI

Jakarta, 5 Desember 2008

Anis Hidayah
Direktur Eksekutif

Tidak ada komentar: